Sobat
khoir, sebelumnya kami telah posting artikel tentang Ilmu Shorof, yaitu Fi’ilMadli mabni ma’lum dan majhul, dan Hamzah washol serta ruang lingkupnya. Berikut ini ilmu sorof. Bab Ketujuh yaitu BentukFi’il Mudlori’ mabni ma’lum dan majhul. Harapan kami semoga bab ini dapat mempermudah
pemahaman kami dan juga bagi pembaca semua. Namun sebelumnya kami mohon maaf
bila dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan, karena kami juga
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fi’il Mudlori’
Fi’il Mudlori’ ialah kalimah yang
menunjukkan berhasilnya sesuatu (hadats) pekerjaan ketika dikabarkan atau
setelah dikabarkan.
اَلْفِعْلُ الْمُضَارِعِ هُوَ مَا
دَلَّ عَلَى حُصُوْلِ الْشَّيْءِ حَالَ اْلاِخْتِيَارِ اَوْ بَعْدَهُ
Sedangkan
menurut sebagian ulama memberi pengertian fi’il mudlori’ dengan definisi:
“setiap kalimah menunjukkan arti pekerjaan yang disertai zaman hal atau
istiqbal”, contoh: يَقُوْمُ زَيْدٌ(zaid sedang berdiri), jadi ketika mengucapkan (mengkabarkan)
lafadz يَقُوْمُ
pekerjaan berdiri sedang dilakukan, demikian ini disebut zaman hal. Jika
ketika mengkabarkan lafadz يَقُوْمُpekerjaan
berdiri dilakukan setelah mengucapkan maka ini disebut zaman istiqbal.
Tanbih
-
Fi’il mudlori’
ketika tidak ada suatu qorinah yang menentukan pada zaman hal atau istiqbal,
maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama:
a.
Menurut qoul
yang ashoh, yaitu bisa mencakup zaman hal dan istiqbal, contoh: تَقْرَاُ
bisa diartikan sedang membaca (zaman hal) atau akan membaca (zaman istiqbal).
b.
Menurut sebagian
ulama, yaitu secara hakekat menunjukkan zaman hal dan secara majaz menunjukkan
zaman istiqbal.
c.
Menurut sebagian
ulama yang lain, yaitu secara haqiqi menunjukkan zaman istiqbal dan secara
majazi menunjukkan zaman hal.
-
Jika ada
qorinah, maka untuk menentukan zaman disesuaikan dengan qorinahnya.
a.
Jika qorinahnya
hal, maka zamannya hal. Contoh: يَذْهَبُ زَيْدٌ اْلاۤنَ الَى السُّوْقِ (zaid pergi kepasar sekarang). Karena ada
lafadz اْلاۤنَ, maka zamannya menunjukkan zaman hal.
b.
Jika qorinahnya
istiqbal, maka zamannya istiqbal. Contoh: يَذْهَبُ زَيْدٌ غَدًا الَى السُّوْقِ (zaid pergi
kepasar besok). Karena ada lafadz غَدًا, mala zamannya menunjukkan zaman istiqbal.
Fi’il
mudlori’ ditandai dengan huruf pertama berupa salah satu huruf mudloro’ah
yaitu; ناتيyang menunjukkan arti:
-
Huruf nun
menunjukkan arti الْمُتَكَلِّمُ مَعَ الْغَيْرِatau الْمُتَكَلِّمُ الْمُعَظِّمُ نَفْسَهُ, contoh: نَسْتَغْفِرُ اللهَ (Kami mohon ampun pada Alloh)
-
Huruf hamzah
menunjukkan arti الْمُتَكَلِّمُ وَحْدَهُ, contoh: اَدْعُوْ اللهَ (Saya berdoa pada Alloh)
-
Huruf ya’
menunjukkan arti الْغَائِبُatau الْغَائِبَةُ, contoh: يَفْتَحُ الْبَابَ
(Dia membuka pintu), يَحْطِنُ الثِّيَابَ(Mereka perempuan menjahit pakaian)
-
Huruf ta’
menunjukkan arti الْمُخَاطَبُatau الْمُخَاطَبَةُ, contoh: تَذْهَبُ اِلَى السُّوْقِ(Kamu laki-laki pergi kepasar)
Adapun
alasan para ulama menentukan huruf ناتيsebagai tambahan
pada fi’il mudlori’ adalah karena para ulama mencari huruf yang bisa berlaku,
baik dzatiyah atau juz’iyah yakni tiga harokat (fathah, dlomah, kasroh).
-
Alif diganti
dengan hamzah karena tidak mungkin alif dibuat dipermulaan kata karena alif
selamanya mati, sedang memulai dengan huruf yang mati itu tidak mungkin,
disamping iti makhroj hamzah dekat dengan makhroj alif.
-
Wawu diganti
dengan ta’ karena wawu sudah biasa diganti ta’, kalau ditetapkan wawu maka akan
berat pelafadzannya yakni وَوَوْجَلُtiga huruf
berkumpul jadi satu.
-
Kemudian untuk
membedakan antara mutakalim wahdah dan mutakalim ma’al ghoir seperti fi’il
madli, akhirnya nun juga ditambahkan karena menyerupai huruf mad dan huruf lain
dalam segi samarnya dan ghunnahnya.
B.
Fi’il Mudlori’
Mabni Ma’lum
فَإِنْ بِمَعْلُوْمٍ فَفَتْحُهَا وَجَبْ
إِلاَّ الرُّبَاعِى غَيْرُ ضَمٍّ
مُجْتَنَبْ
Fi’il mudlori’ mabni ma’lum itu huruf
pertama (huruf mudloro’ah/ناتي ) harus dibaca fathah, jika selain fi’il ruba’i, yaitu fi’il
tsulasi, khumasi dan sudasi. Baik berbentuk mufrod, tasniyah, jama’, waqi’
ghoib, ghoibah, mukhotob, mukhotobah, atau waqi’ mutakalim wahdah atau
mutakalim ma’ al ghoir dan seluruh tasrifan lughowi. Contoh: fi’il tsulatsi: تَقْرَاُ, fi’il khumasi: يَنْكَسِرُ, fi’il sudasi: نَسْتَغْفِرُ
Sedangkan huruf mudloro’ah pada fi’il
ruba’i (baik fi’il ruba’i mujarrod ataupun fi’il rubai dari fi’il tsulasi yang
mendapat satu huruf tambahan) dibaca dlomah. Contoh: fi’il ruba’i mujarrod: يُدَخْرِجُ, fi’il tsulasi mazid ruba’i: يُكْرِمُ
Kemudian huruf sebelum akhir pada fi’il
mudlori’ mabni ma’lum harus dibaca kasroh untuk fi’il yang terdiri lebih dari
tiga huruf selain fi’il khumasi yang mengikutu wazan تَفَعْلَلَ، تَفَاعَلَ، تَفَعَّلَ, contoh: fi’il rubai’: اَكْرَمَ يُكْرِمُ, fi’il khumasi: اِنْتَصَرَ يَنْتَصِرُ, fi’il sudasi:اِسْتَقْبَلَ يَسْتَقْبِلُ
Sedangkan fi’il mudlori’ dari fi’il
khumasi yang mengikuti wazan تَفَعْلَلَ، تَفَاعَلَ، تَفَعَّلَ, maka huruf sebelim akhir harus
dibaca fathah. Contoh: تَفَعْلَلَ يَتَفَعْلَلُ تَجَلْبَبَ يَتَجَلْبَبُ، تَفَاعَلَ
يَتَفَاعَلُ تَخَاصَمَ يَتَخَاصَمُ، تَفَعَّلَ يَتَفَعَّلُ تَعَلَّمَ يَتَعَلَّمُ
C.
Fi’il Mudlori’
Mabni Majhul
وَإِنْ بِمَجْهُوْلٍ فَضَمُّهَا لَزِمْ
كَفَتْحِ سَابِقِ الَّذِى
بِهِ اخْتُتِمْ
Fi’il mudlori’ mabni majhul itu huruf
mudloro’ahnya (huruf pertama) harus dibaca dlommah dan huruf sebelum akhir
dibaca fathah. Contoh:
يُسْتَخْرَجُ
– يُنْتَصَرُ يُكْرَمُ
1.
Cara membuat fi’il mudlori’ mabni majhul yaitu; dengan
mengikuti qo’idah: ضُمَّ اَوَّلُهُ وَفُتِحَ مَا قَبْلَ اْلاَخِرِ yaitu: “Huruf pertama dibaca dlommah dan dibaca fathah pada
huruf sebelum akhir”
Dengan rincian:
a. Fi’il tsulasi
dan ruba’i huruf pertama dibaca dlommah dan huruf sebelum akhir dibaca fathah,
contoh: يَنْصُرُmenjadi يُنْصَرُ, يَكْرِمُmenjadi يُكْرَمُ
b. Fi’il mudlori’
yang fi’il madlinya diawali dengan ta’ tambahan, huruf pertama dibaca dlommah
dan huruf sebelum akhir dibaca fathah, contoh: يَتَبَاعَدَmenjadi يُتَبَاعَدُ, يَتَكَسَّرُ menjadi يُتَكَسَّرُ
c. Fi’il mudlori’
yang madhinya diawali dengan hamzah washol, huruf pertama dibaca dlommah dan
huruf sebelum akhir dibaca fathah, contoh: يَجْتَمِعُmenjadi يُجْتَمَعُ, يَنْكَسِرُ menjadi يُنْكَسَرُ
2.
Hukum fi’il mudlori’ ialah mu’rob, seperti dalam
nadlom:
وَاَعْرَبُوْا مُضَارِعًا اِنْ
عَرِيَا مِنْ نُوْنِ تَوْكِدٍ مُبَاشِرٍ
وَمِنْ نُوْنِ اِنَاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ
فُتِنْ
Artinya: “Fi’il mudlori
itu hukumnya mu’rob jika tidak bertemu langsung dengan nun taukid dan nun jama’
inas.”
D. Pengertian Fi’il Amar
فِعْلُ اْلاَمْرِ هُوَ مَا دَلَّ عَلَى
طَلَبِ وُقُوعِ الْعَمَلِ
Artinya: “Fi’il amar
ialah kalimat yang menunjukkan arti meminta untuk melakukan sesuatu pekerjaan.”
Fi’il amar
dibagi menjadi dua macam, yaitu amar ghoib dan amar hadlir
1.
Fi’il amar ghoib
Yaitu:
fi’il amar pada asalnya dari fi’il mudlori’ yang kemasukan lam amar (lam yang
menunjukkan arti perintah), kemudian jika fi’il mudlori’ yang kemasukan lam
amar tersebut bersandar pada fi’il ghoib, maka dinamakan fi’il amar ghoib,
contoh:لِيَضْرِبْ
(memukullah ia)
Lam amar
disini ialah lam yang digunakan untuk perintah melakukan sesuatu , contoh: يَضْرِبُ menjadi لِيَضْرِبْ (Hendaknya dia laki-laki memukul). Kemudian jika lam amar
tersebut dimasuki wawu atau fa’ atau kaf, maka hokumnya boleh dibaca sukun,
contoh: فَلْيُكْرِمْ (maka hendaknya
dia memuliakan) وَلْيُكْرِمْ (dan hendaknya dia memuliakan)
Hukum
fi’il amar ghoib berasal dari fi’il mudlori’ baik mabni ma’lum atau mabni
majhul yang telah kemasukan lam amar disebut juga fi’il amar ghoib. Huruf akhir
fi’il amar ghoib harus dijazemkan, yakni disukun jika huruf akhirnya berupa
huruf shohih dan membuang huruf ‘ilat jika huruf akhirnya berupa huruf ‘ilat,
contoh: لِيَضْرِبْ،
لِيُضْرَبْ
2.
Fi’il amar hadlir dibahas secara tersendiri
E.
Pengertian Fi’il
Nahi
فِعْلُ النَّهْيِ هُوَ مَا دَلَّ عَلَى
طَلَبِ التَّرْكِ
Fi’il nahi ialah kalimah yang
menunjukkan arti perintah (meminta) untuk meninggalkan (tidak melakukan)
sesuatu. Fi’il nahi ini harus disambung dengan laa nahi, yaitu laa yang
digunakan untuk meminta meninggalkan melakukan sesuatu (tidak melakukan).
1.
Fi’il Amar dan
Nahi dari Binak Shohih
Laa nahi
bisa masuk pada fi’il mudlori’ waqi’ ghoib/ghoibah dan mukhotob/mukhotobah,
baik mabni ma’lum maupun mabni majhul maka fi’il tersebut disebut fi’il nahi
ghoib dan nahi hadlir. Contoh: لاَيَضْرِبْ، لاَيُضْرَبْ،
لاَتَضْرِبْ، لاَتُضْرَبْ، لاَتَضْرِبِيْ، لاَتُضْرَبِيْ، لاَ اُضْرَبْ، لاَ
نُضْرَبْ.
Jadi
pada hakekadnya fi’il nahi itu ialah fi’il mudlori’ yang dimasuki laa nahi dan
hukum fi’il mudlori’ yang dimasuki laa nahi itu harus dijazemkan, yakni disukun
jika huruf akhirnya berupa huruf shohih (fi’il mudlori’ shohih akhir), contoh: لاَتَضْرِبْ
وَاْلآخِرَاحْذِفُ إِنْ يُعَلْ كَالنُّوْنِ فِى
اَمْثِلَةٍ وَنُـوْنُ نِسْـوَةٍ تَفِـى
Fi’il
mudlori’ yang dimasuki lam amar dan laa nahi apa bila huruf akhirnya berupa
huruf ‘ilat (wawu, ya’ dan alif atau disebut mu’tal akhir) maka huruf ‘ilatnya
harus dibuang. Contoh: لِيَغْزُ، لاَتَغْزُ
Demikian
halnya nun yang berada di af’alul khomsah yaitu fi’il mudlori’ yang bertemu
alif tasniyah, wawu jamak dan ya’ mu’annats mukhotobah. Contoh: لاَيَنْصُرَا، لاَيَنْصُرُوْا، لاَيَنْصُرِيْ.
Sedang nun jamak innats itu tidak dibuang, contoh: لِيَنْصُرِنَ
2.
Fi’il Amar dan
Nahi dari Binak Naqis
Sebagaimana
penjelasan diatas bahwa akhir dari fi’il mudlori’ yang dimasuki lam amar/laa
nahi itu, jika berupa fi’il mudlori’ shohih akhir maka huruf akhirnya harus
disukun, jika huruf akhir berupa huruf ‘ilat (wawu, alif dan ya’) maka huruf
‘ilatnya harus dibuang, karena huruf ilat itu menyerupai harokat yang ada
diakhir. Contoh: لِيَغْزُ، لاَيَغْزُ، لِتَغْزُ،
لاَتَغْزُ، اُغْزُ، لاَتَغْزُ، اُغْزِيْ، لاَتَغْزِيْ.
Begitu
juga fi’il mudlori’ yang dimasuki lam amar dan fi’il nahi yang bertemu alif
tasniyah, wawu jamak dan ya’ mu’annats mukhotobah (af’alul khomsah) maka nun tanda
i'rob rofa’ harus dibuang, contoh: لاَيَنْصُرَا، لاَيَنْصُرُوا،
لاَيَنْصُرِيْ، لِيَنْصُرَا، لِيَنْصُرُوا، لِيَنْصُرِيْ
SUMBER
Anwar, Moch., Ilmu Sharaf /
KH. Moch. Anwar, Bandung: Sinar Biru Algensindo, 1996
Midkhol Syanwani al roziah, Al-maqoshid ash-shorfiyyah, Jombang: Darul Hikmah 2009
Kholik Abdul, Terjemah nadlom
maqsud, Nganjuk:Darus
Salam
Rohman Ahmad Abdur, Nadzom Maqsud
DISUSUN
OLEH:
Sarwono,
dkk. PBA Madin INSURI Ponorogo
Artikel Terkait
- Fi’il Tsulatsy Mujarrad dan ruang lingkupnya
- Fi’il Tsulatsy Mazid dan ruang lingkupnya
- Fi’il Ruba’i Mujarrod dan Mulhaq serta ruang lingkupnya
- Fi’il Ruba’i Mazid dan ruang lingkupnya
- Masdardan Lafadz Yang Mustaq Dari Masdar
- Fi’il Madli mabni ma’lum dan majhul, dan Hamzah washol sertaruang lingkupnya
- Bentuk Fiil Amar Hadlir, Isim Fail, Sifat Musabbahat, Isim Maf’ul dan Isim Mubalaghoh
- Tashrif lughowidan lafadz bina' shohih
syukron wan
BalasHapus