Selasa, 08 Januari 2013

Liberalisasi pendidikan islam di Indonesia



Fenomena merebaknya pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur didalamnya. Bahkan pemikiran ini telah mengilhami berbagai perbuatan nyleneh, mulai dari kasus penyebutan asma Allah dengan, “Allahirrajîm (Allah terkutuk) dan setan dengan, “syaithân subhânnahu wa ta‘âla (setan mahasuci dan maha tinggi)”, kasus penginjakan lafal Allah, kasus penghinaan terhadap Islam, Al-Quran dan Rasulullah saw., kasus tuntutan  penglepasan kewajiban berjilbab, kasus aborsi, kasus perbuatan mesum dan zina sampai kasus pemakaian obat-obatan terlarang.

Berbagai kasus pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika, Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan  internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariah dan Khilafah. Selanjutnya Barat berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di negeri-negeri Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan memahami apa yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan membahas tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
A.    Rumusan Masalah
1.   Apa Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam?
2.   Apa bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
3.   Apa tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
4.   Bagaiman upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.

LIBERALISASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam
Liberalisme adalah suatu isme atau paham yang mengedepankan akal daripada wahyu ilahi. Libelarisme merupakan masalah kebebasan berpikir yang sebenarnya merupakan isu klasik dalam sejarah pemikiran islam. Akal adalah sebuah anugrah dari Allah SWT yang mana akal ini sebagai pembeda antara manusia dan hewan, begitupun Allah memerintahkan kepada manusia untuk berpikir menggunakan akal tentang semua penciptaan yang ia ciptakan.
Banyak dari ulama-ulama terdahulu membuktikan bahwa memang benar akal/logika itu bisa menjadikan islam jaya pada beberapa abad lamanya, banyak sekali ilmuan-ilmuan muslim yang menemukan sebuah penemuan baru dengan kehebatan akalnya.
Namun yang menjadi permasalah sekarang adalah akal dijadikan satu-satunya dalil untuk bertindak dan bertingkah laku. Wahyu ilahi dinomerduakan, padahal akal dan wahyu harus berjalan beriringan. Namun pada kenyataannya, sebagian cendekiawan malah memisahkan antara wilayah iman/wahyu dan wilayah pemikiran/logika.
Menurut paham liberalisme, iman dan akidah adalah masalah individu yang memiliki otonomi. Pengembalian iman dan akidah kepada individu menciptakan kebebasan beragama. Sedangkan logika atau rasio adalah wilayah publik dimana seseorang bebas berpendapat, mereka berpatokan kepada riwayat yang terkenal “ antum a’lamu bi umuri dunyakum “.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
B.     Bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Modus Intervensi Barat dalam Liberalisasi Pendidikan Islam dalam upaya liberalisasi pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut: 
1.      Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren.
Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk produk pemikiran dan perilaku  pelajar/mahasiswa menjadi salah satu sasaran intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam menjadi obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama yang memandang semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan untuk menggugat otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah.
Adapun liberalisasi syariah Islam diarahkan pada penghancuran hukum-hukum Islam dan penghapusan keyakinan umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi permasalahan kehidupan manusia. Contoh kasus: “Kajian Orientalisme terhadap al-Quran dan Hadits” adalah mata kuliah yang diajarkan di Program Studi Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di Jakarta. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan kajian orientalis terhadap al-Quran dan as-Sunnah.
Empat buku referensinya sangat kental dengan ide-ide orientalis. Salah satunya  adalah buku ‘Rethingking Islam’ karya Mohammed Arkoun. Dalam  buku ini, Arkoun mengajak umat Islam untuk memikirkan kembali dan  membongkar hal-hal yang sudah pasti dalam Islam. Ia pun menyayangkan, mengapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya.
Terdapat juga mata kuliah “Hermeneutika dan Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Quran dan as-Sunnah. Implikasinya, mahasiswa dituntut untuk bersikap skeptis, selalu meragukan kebenaran al-Quran dan as-Sunnah, termasuk meragukan kebenaran tafsir para mufassirin terdahulu karena kebenaran dinilai relatif, sangat bergantung pada konteks zaman dan tempat.
Dalam upaya intervensi kurikulum ini, The Asia Foundation (TAF) tercatat sebagai pengucur dana untuk reformasi kurikulum pendidikan kewarga-negaraan di empat universitas Islam yang membawahi 625 institusi dan kurang lebih 215.000 pelajar. Sejak tahun 2000, TAF bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia mengubah kurikulum untuk memperkuat reformasi demokrasi dan liberalisasi.
Di samping intervensi kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, Barat pun berupaya mengintervensi kurikulum pondok-pondok pesantren dengan kucuran dana 157 juta dolar AS lewat Departemen Agama RI. Menyikapi hal itu, KH Kholil Ridwan dari Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) menyerukan kepada para kiai pesantren agar menolak pemberian dana Amerika sebesar Rp 50 juta lewat Departemen Agama kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka.
2.      Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia.
The Asia Foundation telah mendanai lebih dari 1000 pesantren untuk berpartisipasi dalam  mempromosikan nilai-nilai pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF  memberikan pelatihan kepada lebih dari 564 dosen yang mengajarkan  pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan yang kental dengan ide  liberalis-sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal, menurut sumber diplomat Australia yang  dikutip The Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut  dimaksudkan untuk mengeliminasi ‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan  para ’teroris’ dan ulama yang membenci Barat.
Di samping bantuan pendidikan, pemberian beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke negeri Barat sudah menjadi modus operandi lama.  Sejarah awal terjadi  pada tahun 1950-an, saat sejumlah mahasiswa Indonesia belajar di  McGill’s Institute of Islamic Studies (MIIS) yang didirikan oleh orientalis Cantwell W. Smith.
Di antara mahasiswa itu adalah Harun Nasution, Rasyidi dan Mukti Ali. Pasca pulang dari belajar Islam gaya orientalis, Harun Nasution menjadi penggerak proses liberalisasi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sosok ini juga menjadi tokoh kunci terjadinya liberalisasi di seluruh Indonesia. Bukunya, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, yang banyak berisi liberalisme pemikiran Islam menjadi buku rujukan wajib seluruh IAIN di Indonesia. Adapun Mukti Ali menggawangi Departemen Agama, ia banyak berperan menciptakan iklim kondusif secara kebijakan untuk percepatan liberalisasi Islam. Kerjasama beasiswa ini dilakukan dengan Australia, Jerman, Belanda dan AS. Sosok kontroversial Nurcholish Madjid juga hasil dari cuci otak di Chichago University.
Modus beasiswa ini bagaikan mafia agen liberalisasi. Apabila dalam liberalisasi ekonomi ada “Mafia Berkeley”, dalam liberalisasi pemikiran Islam kita kenal “Mafia McGill” dan “Mafia Chichago”.
3.      Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
Jaringan intelektual ini diwakili oleh Jaringan Liberal yang berlabelkan Islam, bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar negeri.  Jaringan ini gencar menyuarakan kampanye dan pengopinian reorientasi pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang pluralis melalui berbagai media propaganda.
Khamami Zada di Jurnal Tashwirul Afkar edisi II/2001 menuliskan:
Filosofi  pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau  menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya  dilakukan reorientasi.  Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim),  yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama  lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain  sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.
C.    Tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Tujuan akhir dari upaya Liberalisasi Pendidikan Islam dan pondok pesantren di  Indonesia adalah liberalisasi pemikiran Islam dan menciptakan Muslim  moderat yang pro Barat. Dari merekalah selanjutnya agenda liberalisasi pemikiran Islam akan disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat.
Sasaran pembentukan Muslim moderat diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan ulama. Alasannya, karena intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis, baik dalam menentukan kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin, sedangkan ulama dinilai memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di samping sebagai pelegitimasi hukum terhadap berbagai fakta baru yang berkembang.
Maka dari itu dapat dipahami mengapa Barat begitu getol mengontrol dan mengarahkan sistem pendidikan Islam, karena untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.
D.    Upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam kehidupan modern sepintas lalu akan dirasa adanya kemajuan dan kenikmatan secara materi. Namun dilain pihak merupakan pencemaran jiwa (mental pollution) yang merayapi diri dan menjadi sumber kemiskinan jiwa. Sebagi seorang muslim, sebenarnya kita tidak perlu kehilangan kendali hingga terpuruk terbawa arus liberal yang jelas menyimpang dari syariat islam.
Seorang muslim harus mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka masih memiliki Allah SWT yang selalu bersamanya. Maka keyakinan “inna alloha ma’ana” (sesungguhnya Alloh bersama kita) sudah seharusnya tertanam dalam hati dan jiwa, agar kita tidak merasa sendirian menghadapi persoalan hidup.
Solusi segala masalah kehidupan, termasuk dunia pendidikan liberal adalah iman yang kuat. Karena iman merupakan benteng yang kokoh dari segala masalah. Dengan iman yang kuat, akan membuat jiwa tetap tenang, tidak gelisah sehingga masalah dapat terlihat dari sudut pandang yang luas dan jernih juga merupakan solusi atas segala permasalahan hidup.
Tidak ada cara lain bagi umat Islam, selain  waspada, adalah merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam agar serangan-serangan semacam ini tidak menghancurkan harapan kebangkitan Islam dan kaum Muslim. Pada hakekatnya tidak ada sesuatu yang bisa mengendalikan diri, kecuali dengan iman yang kuat.


PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
2.      Diantara Modus Intervensi Barat, yaitu: Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren, Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia, Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
3.      Liberalisasi pendidikan islam di Indonesia bertujuan untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.
4.      Upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia adalah dengan merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam.
B.     Saran
Diharapkan kepada pembaca dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan kajian tentang tentang pengertian liberalisasi pendidikan islam, bentuk-bentuk liberalisasi pendidikan islam di Indonesia, tujuan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia dan upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia.
 
DAFTAR PUSTAKA


Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Syabab. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Syahamah Press, 2012).
Dedi Wahyudi,  liberalisasi pendidikan islam di indonesia, (Online), (http://khalidwahyudin.wordpress.com),  diakses 13 Maret  2011.
Ramli, M. Idris. Pengantar Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
DISUSUN OLEH:
Sarwono, dkk. PBA Madin INSURI Ponorogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar