Fenomena
merebaknya pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam
bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham
ideologi tumbuh subur didalamnya. Bahkan pemikiran ini telah mengilhami
berbagai perbuatan nyleneh, mulai dari kasus penyebutan asma Allah dengan,
“Allahirrajîm (Allah terkutuk) dan setan dengan, “syaithân subhânnahu wa ta‘âla
(setan mahasuci dan maha tinggi)”, kasus penginjakan lafal Allah, kasus
penghinaan terhadap Islam, Al-Quran dan Rasulullah saw., kasus tuntutan penglepasan kewajiban berjilbab, kasus
aborsi, kasus perbuatan mesum dan zina sampai kasus pemakaian obat-obatan
terlarang.
Berbagai kasus
pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya
westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika,
Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan internasional, Barat beserta para kapitalis
melancarkan serangannya dengan menyusun program dan strategi liberalisasi
pendidikan ke negara target maupun langsung ke lembaga pendidikan, termasuk
lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi liberalisasi
pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban
Islam dan mencegah tegaknya kembali syariah dan Khilafah. Selanjutnya Barat
berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di
negeri-negeri Islam. Suatu
hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan memahami apa yang terjadi dalam pemikiran
sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di
sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan membahas tentang Liberalisasi
Pendidikan Islam di Indonesia.
A. Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam?
2.
Apa bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam
di Indonesia?
3.
Apa tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia?
4.
Bagaiman upaya penanggulangan Liberalisasi
Pendidikan Islam di Indonesia?
B.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam.
2.
Untuk
mengetahui bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia.
3.
Untuk
mengetahui tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia.
4.
Untuk
mengetahui upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan
Islam di Indonesia.
LIBERALISASI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Pengertian
Liberalisasi Pendidikan Islam
Liberalisme adalah suatu isme atau paham yang mengedepankan
akal daripada wahyu ilahi. Libelarisme merupakan masalah kebebasan berpikir
yang sebenarnya merupakan isu klasik dalam sejarah pemikiran islam. Akal adalah
sebuah anugrah dari Allah SWT yang mana akal ini sebagai pembeda antara manusia
dan hewan, begitupun Allah memerintahkan kepada manusia untuk berpikir
menggunakan akal tentang semua penciptaan yang ia ciptakan.
Banyak dari ulama-ulama terdahulu membuktikan
bahwa memang benar akal/logika itu bisa menjadikan islam jaya pada beberapa
abad lamanya, banyak sekali ilmuan-ilmuan muslim yang menemukan sebuah penemuan
baru dengan kehebatan akalnya.
Namun yang menjadi permasalah sekarang adalah
akal dijadikan satu-satunya dalil untuk bertindak dan bertingkah laku. Wahyu
ilahi dinomerduakan, padahal akal dan wahyu harus berjalan beriringan. Namun
pada kenyataannya, sebagian cendekiawan malah memisahkan antara wilayah
iman/wahyu dan wilayah pemikiran/logika.
Menurut paham liberalisme, iman dan akidah
adalah masalah individu yang memiliki otonomi. Pengembalian iman dan akidah
kepada individu menciptakan kebebasan beragama. Sedangkan logika atau rasio
adalah wilayah publik dimana seseorang bebas berpendapat, mereka berpatokan
kepada riwayat yang terkenal “ antum a’lamu bi umuri dunyakum “.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa,
Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an &
Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima
doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
B.
Bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia
Modus
Intervensi Barat dalam Liberalisasi Pendidikan Islam dalam upaya liberalisasi
pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren di Indonesia, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan
pondok pesantren.
Kurikulum
sebagai panduan untuk membentuk produk pemikiran dan perilaku pelajar/mahasiswa menjadi salah satu sasaran
intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam menjadi
obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada
penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama yang memandang
semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan untuk menggugat
otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah.
Adapun
liberalisasi syariah Islam diarahkan pada penghancuran hukum-hukum Islam dan
penghapusan keyakinan umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi
permasalahan kehidupan manusia. Contoh kasus: “Kajian Orientalisme terhadap
al-Quran dan Hadits” adalah mata kuliah yang diajarkan di Program Studi Tafsir
Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam
di Jakarta. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan
menerapkan kajian orientalis terhadap al-Quran dan as-Sunnah.
Empat
buku referensinya sangat kental dengan ide-ide orientalis. Salah satunya adalah buku ‘Rethingking Islam’ karya
Mohammed Arkoun. Dalam buku ini, Arkoun
mengajak umat Islam untuk memikirkan kembali dan membongkar hal-hal yang sudah pasti dalam
Islam. Ia pun menyayangkan, mengapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum
Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya.
Terdapat
juga mata kuliah “Hermeneutika dan Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami dan menerapkan ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian
al-Quran dan as-Sunnah. Implikasinya, mahasiswa dituntut untuk bersikap
skeptis, selalu meragukan kebenaran al-Quran dan as-Sunnah, termasuk meragukan
kebenaran tafsir para mufassirin terdahulu karena kebenaran dinilai relatif,
sangat bergantung pada konteks zaman dan tempat.
Dalam
upaya intervensi kurikulum ini, The Asia Foundation (TAF) tercatat sebagai
pengucur dana untuk reformasi kurikulum pendidikan kewarga-negaraan di empat
universitas Islam yang membawahi 625 institusi dan kurang lebih 215.000
pelajar. Sejak tahun 2000, TAF bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi
Agama Islam di Indonesia mengubah kurikulum untuk memperkuat reformasi
demokrasi dan liberalisasi.
Di
samping intervensi kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, Barat pun berupaya
mengintervensi kurikulum pondok-pondok pesantren dengan kucuran dana 157 juta
dolar AS lewat Departemen Agama RI. Menyikapi hal itu, KH Kholil Ridwan dari
Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) menyerukan kepada para kiai
pesantren agar menolak pemberian dana Amerika sebesar Rp 50 juta lewat
Departemen Agama kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka.
2.
Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga
pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia.
The
Asia Foundation telah mendanai lebih dari 1000 pesantren untuk berpartisipasi
dalam mempromosikan nilai-nilai
pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di
seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF
memberikan pelatihan kepada lebih dari 564 dosen yang mengajarkan pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan
yang kental dengan ide liberalis-sekular
untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS dan Australia juga membantu USD
250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal, menurut
sumber diplomat Australia yang dikutip
The Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut
dimaksudkan untuk mengeliminasi ‘madrasah-madrasah’ yang
menghasilkan para ’teroris’ dan ulama
yang membenci Barat.
Di
samping bantuan pendidikan, pemberian beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke
negeri Barat sudah menjadi modus operandi lama. Sejarah awal terjadi pada tahun 1950-an, saat sejumlah mahasiswa
Indonesia belajar di McGill’s Institute
of Islamic Studies (MIIS) yang didirikan oleh orientalis Cantwell W. Smith.
Di
antara mahasiswa itu adalah Harun Nasution, Rasyidi dan Mukti Ali. Pasca pulang
dari belajar Islam gaya orientalis, Harun Nasution menjadi penggerak proses
liberalisasi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sosok ini juga menjadi tokoh
kunci terjadinya liberalisasi di seluruh Indonesia. Bukunya, Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya, yang banyak berisi liberalisme pemikiran Islam menjadi
buku rujukan wajib seluruh IAIN di Indonesia. Adapun Mukti Ali menggawangi
Departemen Agama, ia banyak berperan menciptakan iklim kondusif secara
kebijakan untuk percepatan liberalisasi Islam. Kerjasama beasiswa ini dilakukan
dengan Australia, Jerman, Belanda dan AS. Sosok kontroversial Nurcholish Madjid
juga hasil dari cuci otak di Chichago University.
Modus
beasiswa ini bagaikan mafia agen liberalisasi. Apabila dalam liberalisasi
ekonomi ada “Mafia Berkeley”, dalam liberalisasi pemikiran Islam kita kenal
“Mafia McGill” dan “Mafia Chichago”.
3.
Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang
menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
Jaringan
intelektual ini diwakili oleh Jaringan Liberal yang berlabelkan Islam,
bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar
negeri. Jaringan ini gencar menyuarakan kampanye dan pengopinian
reorientasi pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang pluralis melalui
berbagai media propaganda.
Khamami
Zada di Jurnal Tashwirul Afkar edisi II/2001 menuliskan:
Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.
Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.
C.
Tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Tujuan akhir
dari upaya Liberalisasi Pendidikan Islam dan pondok pesantren di Indonesia adalah liberalisasi pemikiran Islam
dan menciptakan Muslim moderat yang pro
Barat. Dari merekalah selanjutnya agenda liberalisasi pemikiran Islam akan
disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat.
Sasaran
pembentukan Muslim moderat diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan
ulama. Alasannya, karena intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis,
baik dalam menentukan kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin, sedangkan
ulama dinilai memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di
samping sebagai pelegitimasi hukum terhadap berbagai fakta baru yang
berkembang.
Maka dari itu
dapat dipahami mengapa Barat begitu getol mengontrol dan mengarahkan sistem
pendidikan Islam, karena untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang
pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.
D.
Upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan
Islam di Indonesia
Dalam kehidupan modern sepintas lalu akan dirasa
adanya kemajuan dan kenikmatan secara materi. Namun dilain pihak merupakan
pencemaran jiwa (mental pollution) yang merayapi diri dan menjadi sumber
kemiskinan jiwa. Sebagi seorang muslim, sebenarnya kita tidak perlu kehilangan
kendali hingga terpuruk terbawa arus liberal yang jelas menyimpang dari syariat
islam.
Seorang muslim harus mempunyai keyakinan kuat bahwa
mereka masih memiliki Allah SWT yang selalu bersamanya. Maka keyakinan “inna
alloha ma’ana” (sesungguhnya Alloh bersama kita) sudah seharusnya tertanam
dalam hati dan jiwa, agar kita tidak merasa sendirian menghadapi persoalan
hidup.
Solusi segala masalah kehidupan, termasuk dunia
pendidikan liberal adalah iman yang kuat. Karena iman merupakan benteng yang
kokoh dari segala masalah. Dengan iman yang kuat, akan membuat jiwa tetap
tenang, tidak gelisah sehingga masalah dapat terlihat dari sudut pandang yang
luas dan jernih juga merupakan solusi atas segala permasalahan hidup.
Tidak ada cara lain bagi umat Islam,
selain waspada, adalah merapatkan
barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan,
memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam agar
serangan-serangan semacam ini tidak menghancurkan harapan kebangkitan Islam dan
kaum Muslim. Pada hakekatnya tidak ada sesuatu yang bisa mengendalikan diri, kecuali
dengan iman yang kuat.
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Liberalisme
Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah)
dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin
agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
2.
Diantara Modus Intervensi Barat, yaitu: Intervensi
kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren, Bantuan pendidikan dan
beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia,
Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran
Islam.
3.
Liberalisasi pendidikan islam di Indonesia
bertujuan untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang pro Barat serta
merusak aqidah islam dari dalam.
4.
Upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan
islam di Indonesia adalah dengan merapatkan barisan dan menyusun strategi ke
depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah,
mendidik generasi penerus dengan aqidah islam.
B. Saran
Diharapkan kepada pembaca dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal
yang berkaitan dengan kajian tentang tentang
pengertian liberalisasi pendidikan islam, bentuk-bentuk
liberalisasi pendidikan islam di Indonesia, tujuan liberalisasi pendidikan
islam di Indonesia dan upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Syabab. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Syahamah Press, 2012).
Dedi Wahyudi, liberalisasi pendidikan islam di indonesia, (Online), (http://khalidwahyudin.wordpress.com), diakses 13 Maret 2011.
Ramli,
M. Idris. Pengantar Sejarah Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah
DISUSUN
OLEH:
Sarwono,
dkk. PBA Madin INSURI Ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar