Senin, 12 November 2012

Klasifikasi Akhlak: Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah

Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-Qur’an dalam penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam Islam mendapat perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau tabiat. Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yang dimiliki oleh seseorang yang melahirkan perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang, darinya lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya (vertikal) dalam bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).
Bidang akhlak adalah bidang yang amat penting dalam sistem hidup manusia. Ini disebabkan oleh nilai manusia itu pada hakikatnya terletak pada akhlak dirinya. Semakin tinggi nilai akhlak diri seseorang itu maka makin tinggi pula nilai kemanusian pada dirinya. Akhlak ini jugalah yang membedakan antara insan dengan hewan dari segi perilaku, tindak-tanduk dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang tidak berakhlak adalah sama tarafnya dengan hewan malah lebih rendah dari itu.
Akhlak mempunyai kedudukan paling tinggi dalam hirarki tamaddun ummat manusia. Oleh itu, masyarakat yang tidak mempunyai nilai akhlak tidak boleh dianggap sebagai masyarakat yang baik dan mulia walaupun mempunyai kemajuan yang dalam bidang ekonomi, teknologi dan sebagainya.
Dalam hal ini, penyusun akan menguraikan pengertian akhlak mahmudah  dan akhlak madzmumah.
A.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Akhlak Mahmudah ?
2.      Apa pengertian  Akhlak Madzmumah ?
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Akhlak Mahmudah
2.      Untuk mengetahui pengertian  Akhlak Madzmumah

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak Mahmudah
            Akhlak mahmudah merupakan segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia.[1] Adapun akhlak atau sifat-sifat mahmudah sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli akhlak antara lain:
1.      Bersyukur
            Syukur menurut Ibnu Quddamah dalam bukunya “minhajul qashidin” adalah menggunakan nikmat Allah SWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan yaitu sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dan sebagai ketetapan daripada Allah, supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berfirman:
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9
Artinya : “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan sekiranya kamu mengingkari kufur (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
            Syukur dibagi menjadi tiga macam antara lain:
a.       Syukur dengan hati, yaitu niat melakukan kebaikan dan tidak menampakkannya kepada manusia.
b.      Syukur dengan lisan, yaitu menampakkan rasa terima kasih kepada Allah SWT dengan pujian.
c.       Syukur dengan anggota badan, yaitu menggunakan seluruh nikmat Allah dalam ketaatan kepada-Nya.
2.      Sabar
            Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati; tidak lepas putus asa, tenang dan lain sebagainya). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah. Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan. Inilah perintah di dalam Al-Qur`an:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçŽÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè?
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).
Sabar merupakan sifat yang tergolong positif yang diterangkan dalam Al-Qur`an. Seseorang bisa saja rendah hati, sederhana, baik budi, taat atau patuh; namun semua kebaikan ini hanya akan berharga ketika kita menggabungkannya dengan kesabaran. Kesabaranlah yang diperlihatkan dalam berdo’a dan merupakan sifat orang beriman, yang membuat do’a-do’a kita dapat diterima.[2]
Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada Allah SWT semata-mata, maka dapat menghasilaka kebahagiaan, antara lain:
a.       Mendapat  tempat yang baik didalam masyarakat,
b.      Akan disenangi orang  dalam pergaulan,
c.       Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan,
d.      Orang yang bertaqwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan kemudian dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang baik, dan
e.       Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran.[3]

B.     Pengertian  Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela yang terpendam dalam jiwa manusia yang dilahirkan dari sifat-sifat madzmumah.[4] Akhlak madzmumah dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah SWT dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berbunyi:
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ
Artinya :Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(Q.S. Ar-Ruum: 41).[5]
Adapun akhlak atau sifat-sifat madmumah sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli akhlak antara lain:[6]
1.      Iri
Iri atau hasad yang termasuk akhlak madzmumah adalah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang dipeoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ketangan sendiri atau tidak.[7]
Adapun sebab-sebab timbulnya sifat iri adalah adanya rasa sombong didalam diri seseorang, kurang percaya diri, kurang mensyukurui nikmat Allah, tidak merasa cukup terhadap sesuatu yang telah dimilikinya, dan tidak percaya kepada qadha dan qadar
Ada beberapa cara menghindari sifat Iri adalah sebagai berikut:
a.       Menumbuhkan kesadaran didalam diri bahwa kenikmatan itu pemberian Allah SWT, sehingga wajar apabila suatu saat Allah memberi nikmat kepada seseorang dan tidak memberikannya kepada orang lain.
b.      Membiasakan diri bersyukur kepada Allah SWT dan merasa cukup terhadap segala sesuatu yang telah diterimanya.
c.       Menjalin persaudaraan dengan orang lain, sehingga terhindar dari perasaan benci dan tidak senang apabila orang lain mendapatkan keberuntungan (kesenangan).
d.      Membiasakan diri ikut merasa senang apabila orang lain mendapat keuntungan (kesenangan).
2.      Marah
Menurut Imam al-Ghozali, tenaga marah itu diciptakan Tuhan dari api, ditanamkan dan diadukan kedalam diri manusia. Ia bangkit menyala karena sebab-sebab yang tertentu, menggejolak- menggelegak darah di jantung yang kemudian bertebaran keseluruh urat-urat. Darah naik dari jantung kebagian atas bagaikan naiknya air yang mendidih di dalam periuk. Karenanya darah menyembur kemuka lalu jadi merahlah muka,  mata dan kulit, yang karena jernih dapat membayangkan merah darah. Tenaga marah ini diberikan Tuhan kepada manusia, dalam rangka mempersenjatai manusia dari musuh-musuhnya yang datang dari Tuhan. 
Menurut al-Ghozali, marah dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu:
a.       Tingkat rendah
Orang yang bertenaga marah tingkat rendah adalah sangat tercela. Orang tersebut menjadi orang tidak bersemangat, tidak berwibawa dan sangat lemah pula menanggulangi bahaya mengancam dirinya. Ia jarang sekali dapat marah sampai pun pada tempat-tempat yang seharusnya dan sewajarnya ia harus marah. Imam syafi’ie berkata: “orang yang pada tempatnya marah tetapi tidak juga marah, adalah seperti keledai”.
b.      Tingkat berlebih-lebihan
Orang yang bertenaga marah tingkat berlebih-lebihan adalah juga sangat tercela, bahkan lebih tercela dan lebih berbahaya dari pada yang bertenaga marah tingkat rendah. Tenaga marah yang terlalu kuat, menyebabkan orang menjadi pemarah, yaitu orang yang suka-suka marah sampaipun pada persoalan yang kecil dan sepele, apalagi pada persoalan yang memang sudah sepantasnya marah.
Tenaga marahnya demikian berkuasa, sehingga ia terlepas sama sekali dari kendali akal dan agama, dan orangnya tidak lagi mampu menimbang, bahkan ia telah menjadi semacam orang kesurupan. Orang berkata, pada yang demikian, naiklah emosi dan turunlah akal. Emosi berkuasa atas akal.
Konon menurut al-Ghozali, pada saat beginilah iblis paling besar kuasanya kepada manusia. Pada saat beginilah, manusia dapat dijadikan barang permainan oleh iblis, seperti halnya anak-anak mempermainkan bola. Rosululloh SAW bernasehat berkali-kali: la taghdhob!, yaitu: jangan engkau marah. (riwayat Bukhori).
c.       Tingkat sederhana
Tingkat sederhana berbeda dengan marah tingkat rendah dan berlebih-lebihan yang tercela itu, maka marah yang sederhana inilah marah yang baik dan terpuji, sebab marah yang sederhana ialah marah yang sepenuhnya dibawah kekang kendali akal dan agama. Ia bangkit dimana perlu dan menurut kadar yang sesuai. Ia juga dapat dan mudah dipadamkan, kalau keadaan memang memerlukan begitu. Dengan tenaga marah yang sederhana ini, orang akan mampu mengamalkan firman Tuhan:
tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t/
Artinya :“bersikap keras terhadap orang-orang kafir, dan berkasih sayang kepada sesama mereka (sesama muslim)”. (QS. Al-Fath: 29). [8]
Adapun dampak akhlak madzmumah bagi manusia adalah sebagai berikut: [9] 1). Menghalangi datangnya ilmu, 2). Penyebab terhalangnya rizqi, 3). Kesulitan dalam segala urusan, 4). Membuat hati menjadi gelap, 5). Perbuatan dosa dan maksiat merupakan warisan umat-umat dahulu yang telah dibinasakan dengan berbagai macam adzab, 6). Kemaksiatan dapat mewariskan kehinaan bagi pelakunya, 7). Sebab turunnya laknat dari Allah ta’ala dan Rasul-Nya, dan 8). Penyebab kerusakan di muka bumi.
SIMPULAN
1.      Akhlak mempunyai kedudukan paling tinggi dalam hirarki tamaddun ummat manusia.
2.      Akhlak terbagi menjadi dua kategori, yaitu mahmudah dan madzmumah.
SUMBER

Mustova, A. Akhlak Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

Tatapangarsa, Humaidi. Akhlak Yang Mulia, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980)
http://buletin.stai-ali.ac.id/?p=244, diakses 04 Oktober 2012
DISUSUN OLEH:
M. Hadhiq Maftuhin, Mariyah, Lia Riana, Sarwono.
PBA Madin INSURI Ponorogo




[1]               Drs. H. A. Mustova, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 197
[3]               Ibid, Drs. H. A. Mustova, Akhlak Tasawuf, 26
[4]               Ibid, Drs. H. A. Mustova, Akhlak Tasawuf, 198

[5]               http://grupsyariah.blogspot.com/2012/05/akhlak-mahmudah-terpuji-dan-akhlak.html, diakses 04 Oktober 2012

[6]               Ibid, http://3puspainspirasi.blogspot.com/2009/11/, diakses 04 Oktober 2012

[7]               Drs. Humaidi Tatapangarsa, Akhlak Yang Mulia, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), 160
[8]               Ibid, Drs. Humaidi Tatapangarsa, Akhlak Yang Mulia, 164-166
[9]               http://buletin.stai-ali.ac.id/?p=244, diakses 04 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar